Kata “phobia” sendiri berasal dari istilah Yunani “phobos”
yang berarti lari (fight), takut dan panik (panic-fear), takut hebat
(terror). Istilah ini memang dipakai sejak zaman Hippocrates.
Walaupun ada ratusan macam phobia tetapi pada dasarnya
phobia-phobia tersebut merupakan bagian dari 3 jenis phobia, yang
menurut buku DSM-IV (Diagnostic and Statistical Manual for Mental
Disorder IV) ketiga jenis phobia itu adalah:
1. Phobia sederhana atau spesifik (Phobia terhadap suatu obyek/keadaan tertentu) seperti pada binatang, tempat tertutup, ketinggian, dan lain lain.
2. Phobia sosial (Phobia terhadap pemaparan situasi
sosial) seperti takut jadi pusat perhatian, orang seperti ini senang
menghindari tempat-tempat ramai.
3. Phobia kompleks (Phobia terhadap tempat atau
situasi ramai dan terbuka misalnya di kendaraan umum/mall) orang seperti
ini bisa saja takut keluar rumah.
Penyebab Phobia
Phobia dapat disebabkan oleh berbagai macam hal. Pada umumnya phobia disebabkan karena
pernah mengalami ketakutan yang hebat atau pengalaman pribadi yang
disertai perasaan malu atau bersalah yang semuanya kemudian ditekan
kedalam alam bawah sadar. Peristiwa traumatis di masa kecil dianggap sebagai salah satu kemungkinan penyebab terjadinya phobia.
Martin Seligman di dalam teorinya yang dikenal dengan istilah biological preparedness
mengatakan ketakutan yang menjangkiti tergantung dari relevansinya sang
stimulus terhadap nenek moyang atau sejarah evolusi manusia, atau
dengan kata lain ketakutan tersebut disebabkan oleh faktor keturunan.
Misalnya, mereka yang takut kepada beruang, nenek moyangnya pada waktu
masih hidup di dalam gua, pernah diterkam dan hampir dimakan beruang,
tapi selamat, sehingga dapat menghasilkan kita sebagai keturunannya.
Seligman berkata bahwa kita sudah disiapkan oleh sejarah evolusi kita
untuk takut terhadap sesuatu yang dapat mengancam survival kita.
Pada kasus phobia yang lebih parah, gejala anxiety neurosa
menyertai penderita tersebut. Si penderita akan terus menerus dalam
keadaan phobia walaupun tidak ada rangsangan yang spesifik. Selalu ada
saja yang membuat phobia-nya timbul kembali, misalnya thanatophobia
(takut mati), dll.
Perlu kita ketahui bahwa phobia sering disebabkan oleh faktor
keturunan, lingkungan dan budaya. Perubahan-perubahan yang terjadi
diberbagai bidang sering tidak seiring dengan laju perubahan yang
terjadi di masyarakat, seperti dinamika dan mobilisasi sosial yang
sangat cepat naiknya, antara lain pengaruh pembangunan dalam segala
bidang dan pengaruh modernisasi, globalisasi, serta kemajuan dalam era
informasi. Dalam kenyataannya perubahan-perubahan yang terjadi ini masih
terlalu sedikit menjamah anak-anak sampai remaja. Seharusnya kualitas
perubahan anak-anak melalui proses bertumbuh dan berkembangnya harus
diperhatikan sejak dini khususnya ketika masih dalam periode pembentukan
(formative period) tipe kepribadian dasar (basic personality type). Ini
untuk memperoleh generasi penerus yang berkualitas.
Berbagai ciri kepribadian/karakterologis perlu mendapat
perhatian khusus bagaimana lingkungan hidup memungkinkan terjadinya
proses pertumbuhan yang baik dan bagaimana lingkungan hidup dengan
sumber rangsangannya memberikan yang terbaik bagi perkembangan anak,
khususnya dalam keluarga.
Berbagai hal yang berhubungan dengan tugas, kewajiban,
peranan orang tua, meliputi tokoh ibu dan ayah terhadap pertumbuhan dan
perkembangan anak, masih sering kabur, samar-samar. Sampai saat ini
masih belum jelas mengenai ciri khusus pola asuh (rearing practice) yang
ideal bagi anak. Seperti umur berapa seorang anak sebaiknya mulai
diajarkan membaca, menulis, sesuai dengan kematangan secara umum dan
tidak memaksakan. Tujuan mendidik, menumbuhkan dan memperkembangkan anak
adalah agar ketika dewasa dapat menunjukan adanya gambaran dan kualitas
kepribadian yang matang (mature, wel-integrated) dan produktif baik
bagi dirinya, keluarga maupun seluruh masyarakat. Peranan dan tanggung
jawab orang tua terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak adalah
teramat penting.
Bila seseorang yang menderita phobia melihat atau
bertemu atau berada pada situasi yang membuatnya takut (phobia),
gejalanya adalah sebagai berikut:
* Jantung berdebar kencang
* Kesulitan mengatur napas
* Dada terasa sakit
* Wajah memerah dan berkeringat
* Merasa sakit
* Gemetar
* Pusing
* Mulut terasa kering
* Merasa perlu pergi ke toilet
* Merasa lemas dan akhirnya pingsan
Cara Mengatasi
a. Terapi berbicara.
Perawatan ini seringkali efektif untuk mengatasi berbagai fobia. Jenis terapi bicara yang bisa digunakan adalah:
1. Konseling:
konselor biasanya akan mendengarkan permasalahan seseorang, seperti
ketakutannya saat berhadapan dengan barang atau situasi yang membuatnya
fobia. Setelah itu konselor akan memberikan cara untuk mengatasinya.
2. Psikoterapi: seorang
psikoterapis akan menggunakan pendekatan secara mendalam untuk
menemukan penyebabnya dan memberi saran bagaimana cara-cara yang bisa
dilakukan untuk mengatasinya.
3. Terapi perilaku kognitif
(Cognitive Behavioural Therapy/CBT): yaitu suatu konseling yang akan
menggali pikiran, perasaan dan perilaku seseorang dalam rangka
mengembangkan cara-cara praktif yang efektif untuk melawan fobia.
b. Terapi pemaparan diri (Desensitisation).
Orang
yang mengalami fobia sederhana bisa diobati dengan menggunakan bentuk
terapi perilaku yang dikenal dengan terapi pemaparan diri. Terapi ini
dilakukan secara bertahap selama periode waktu tertentu dengan
melibatkan objek atau situasi yang membuatnya takut. Secara
perlahan-lahan seseorang akan mulai merasa tidak cemas atau takut lagi
terhadap hal tersebut. Kadang-kadang dikombinasikan dengan pengobatan
dan terapi perilaku.
c. Menggunakan obat-obatan.
Penggunaan obat
sebenarnya tidak dianjurkan untuk mengatasi fobia, karena biasanya
dengan terapi bicara saja sudah cukup berhasil. Namun, obat-obatan ini
dipergunakan untuk mengatasi efek dari fobia seperti cemas yang
berlebihan.
Terdapat 3 jenis obat yang direkomendasikan untuk mengatasi kecemasan, yaitu:
1. Antidepresan:
obat ini sering diresepkan untuk mengurangi rasa cemas, penggunaannya
dizinkan untuk mengatasi fobia yang berhubungan dengan sosial (social
phobia).
2. Obat penenang: biasanya menggunakan obat yang
mengandung turunan benzodiazepines. Obat ini bisa digunakan untuk
mengatasi kecemasan yang parah, tapi dosis yang digunakan harus serendah
mungkin dan penggunaannya sesingkat mungkin yaitu maksimal 4 minggu.
Ini dikarenakan obat tersebut berhubungan efek ketergantungan.
3. Beta-blocker: obat ini biasanya digunakan untuk
mengobati masalah yang berhubungan dengan kardiovaskular, seperti
masalah jantung dan tekanan darah tinggi (hipertensi). Karena berguna
untuk mengurangi kecemasan yang disertai detak jantung tak beraturan.
Contoh Kasus
Danny adalah seorang anak laki-laki yang mengalami fobia pada anjing
baik anjing kecil maupun anjing besar, setiap ke sekolah dia minta
diantar oleh ibunya karena kaerena tempat Denny ke sekolah melawati
rumah orang yang memilki anjing. Denny tidak hanya takut pada anjing
tapi suara anjing pun membuat detak jantung Denny meningkat. Ini
bermula ketika Danny msih kecil dan berada dikereta dorong Danny
dilompati seekor anjing walaupun tidak digigit tapi ini membuat Danny
mengalami Fobia yang luar biasa pada anjing. Hal ini membuat ibu Denny
kawatir dan mengkonsul tasikan pada therapis.
Dalam kasus ini yang pertama dilakukan adalah mengukur denyut jantung Danny, sebelum Danny diperlihatkan pada seekor anjing denyut jantungnya normal, setelah itu Danny diperlihatkan pada seekor anjing yang diikat tapi jaraknya lumayan dekat, dengan seketika denyut jantung Danny pun berdetak kencang dari pada sebelumnya, ketika anjing itu tidak diperlihatkan lagi pada Danny denyut jantungnya pun kembalinormal seprti awal.
Pada pertemuan berikutnya Denny diajak kelapangan tempat anjing dilatih, pertamanya Denny sangat merasa tegang dan memegang tangan tertapis kemudian sang terapis meyakinkan pada Danny, bahwa anjing tidak akan menggitnya Denny lumayan tenang dan berani berdiri sendiri tanpa pegangan tangan sang terapis.
Pertemuan berikutnya terapis membawa Denny untuk lebih dekat dengan seekor anjing, Denny ditanya seberapa tingkat takutnya pada anjing antara 1-5, Danny menjawab 5, kemdian sang terapis memberi pengertiandan meyakinnkan Danny lagi kemudian Danny mau lebih dekat dengan anjing tersebut walaupun belum mau menyentuh, kemudian terapis menanyakan lagi berapa sekarang tingkat ketakutan Danny pada anjing, Danny menjawab 3, sang terapis kembali memberi pengertian danmeyakinkan Danny sampai akhirnya Danny berani memegang anjing, tidak hanya itu Danny juga berani bermain dengan anjing.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar